Cycle Times with JIRA

Cycle Times present really interesting insights into how your team is Jira delivering and can highlight any potential bottlenecks in the flowprocess as well as serving as good benchmark for the team…

Smartphone

独家优惠奖金 100% 高达 1 BTC + 180 免费旋转




End of Everything

Seperti yang sudah-sudah, Hasnan datang lebih dulu daripada Zena. Laki-laki itu duduk di kursi dekat jendela favorit mereka dulu. Zena menepuk pelan dada kirinya sebelum membuka pintu kafe dan berjalan menuju tempat pilihan Hasnan. Bibirnya menyungging senyum kecil. Setidaknya Hasnan masih menyimpan sebagian cerita mereka dan kini mereka ada di posisi seperti 5 atau 6 bulan lalu, ketika semua baik-baik saja. Duduk berdua, menikmati sinar matahari dari luar dan pemandangan jalanan di luar sana.

"Hai," sapa Hasnan.

"Hai," balas Zena. Perasaannya campur aduk. Antara senang ia bisa berbicara dengan Hasnan lagi atau ia yang menyadari bahwa mereka berdua kini adalah 2 orang asing yang kembali bertemu setelah 4 bulan tanpa sapa.

"How's life?" tanya Hasnan. Nothing better than I can grab your hand, Nan.

"I'm good. Hari ini cerah, ya? Biasanya jam segini udah ujan aja. Gue sering banget terdampar di teras rektorat kalo bimbingan lewat dhuhur," Zena tertawa kecil. "Beberapa waktu lalu gue liat lo sama cewek, doi lo?"

Seraut wajah Hasnan yang tak terbaca itu tertangkap pupil mata Zena. Tidak ada ekspresi di sana, kemudian sebuah gelengan dari Hasnan jadi jawaban.

"I don’t have one. Cuma bareng sampe gerbang depan aja. Pacar temen gue itu."

Zena mengangguk. Dan keheningan menyusup paksa sampai minuman yang dipesan Hasnan datang di meja mereka. Zena mengucapkan terima kasih dan menggeser gelas milik Hasnan.

"Zen, gue rasa emang kita lebih baik selesai kayak yang gue bilang 4 bulan lalu. I loved you, I really did. Tapi everything went wrong, ya? Padahal kita sama-sama naruh kepercayaan buat satu sama lain buat tetep bareng sampai tahun-tahun ke depan. Tapi Eyang lo bener, kita gabisa. Also kita sama-sama udah capek saling debat, saling nyalahin karena hal-hal sepele yang kita tau itu gaakan pernah selesai."

Ada jeda sejenak sebelum Hasnan melanjutkan. Zena menurunkan pandangnya.

"Zen, gue kehilangan lo. Tapi nyatanya memang semua hal tentang kita gaboleh ada di jalur yang sama. Selalu inget kata Eyang, darah yang sama gaboleh bercampur, dan di tubuh kita ngalir darah yang sama. Lo mungkin juga capek buat berharap kalo kita bakal bisa barengan lagi. Tapi gue yakin lo lebih capek buat bangun apa yang udah hancur dari kita. Kepercayaan, Zen. Lo udah ga percaya sama gue setelah insiden terakhir gue sama Eviana.

"Gue maafin lo buat itu, dan lo setuju buat selesai. Let’s stop blaming each other, nggak sama lo emang sakit, tapi sama lo bakal lebih sakit. Gamau, kan, kita makin sakit? Kita bakal jadi pedang buat satu sama lain. Karena kita sama, potongannya gaakan lengkap, justru makin dipaksa bakal saling ngegores satu sama lain."

Isakan Zena mulai terdengar. Dan bulir demi bulir berhasil lolos dari matanya yang terpejam kuat-kuat.

"Zen, Eyang Kung gamau kita saling nyakitin lebih lama lagi. Beliau udah tenang di atas sana. Maaf karena gue...."

Zena menggeleng kuat-kuat.

"Lo nggak salah, Nan. Enggak..."

Diusapnya kasar matanya yang berair dan pipinya yang kepalang basah. Hasnan berpindah tempat ke samping Zena, meraih bahunya yang bergetar hebat. Kalau orang lain bilang ia tidak perasa, bohong. Kini dadanya seolah ditusuk ratusan belati. Sakit sekali. Bahkan matanya sudah panas, siap menumpahkan air matanya kapan saja. Tapi tidak. Ada seseorang yang harus ia topang. Sehancur apapun di dalam sana, ia harus bertahan di sini, setidaknya sampai mereka berhenti bersua dan ia bisa melepaskan semua tanpa siapapun tahu.

"Zena jangan gini... " bisiknya dengan suara gemetar.

Dua jiwa dengan rasa yang sama, darah yang sama, kini harus berpisah jalan, selama-lamanya. Tidak ada kesempatan, hanya ada rasa sakit ketika semua orang bahkan tidak memberi izin pada perasaan mereka untuk berlabuh.

"Hasnan itu cucu Eyang juga, Zen. Dia cucu istri keduanya Eyang Kung. Kalau kamu masih mau lanjut, biar Eyang yang jadi orang pertama yang nentang hubungan kamu sama dia."

Kata itu kembali terngiang di kepala Zena. Lalu bayangan ketika mereka berakhir saling tuding untuk hal-hal yang bisa dibicarakan baik-baik hanya untuk mencari jawaban pada pertanyaan akankah hubungan mereka bisa diselamatkan atau tidak. Dan nyatanya, semuanya harus selesai. Selesai. Seperti halnya sebuah kalimat yang menemui titiknya. Habis. Tak boleh ada barang sekata yang tercipta setelahnya.

Add a comment

Related posts:

Induksi Matematika

Induksi matematika adalah sebuah metode deduktif yang digunakan sebagai pembuktian pernyataan benar atau salah. Induksi matematika merupakan sebuah metode deduktif yang digunakan sebagai pembuktian…

Silver IRA Investment

Silver IRA investing offers a unique investment opportunity for retirement savers. It is an efficient way to diversify your portfolio with precious metal assets and take advantage of the potential…

How To Remove 30 Pounds Of Waste From Your Colon By 8PM

It is unusual to trust that 20–30 pounds of waste could be stuck in your colon, however notably, the colon is a quite enormous place. When a year we suggest a flush of the colon, for example, this…